Peran Green Aquaculture dalam Mengurangi Dampak Lingkungan Budidaya Udang
- Redaktur: Audri Rianto
- 1 hari yang lalu
- 2 menit membaca
Industri perikanan budidaya udang telah mengalami pertumbuhan yang signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Permintaan global yang tinggi mendorong ekspansi besar-besaran, khususnya di negara-negara tropis.

Sumber: medium.com
Namun, di balik pertumbuhan ini, muncul berbagai masalah lingkungan, seperti konversi hutan mangrove, pencemaran air, hingga degradasi ekosistem pesisir. Pada titik inilah konsep green aquaculture atau akuakultur ramah lingkungan memegang peranan krusial sebagai solusi yang berkelanjutan.
Green aquaculture adalah pendekatan budidaya yang menekankan efisiensi sumber daya, pengurangan limbah, dan perlindungan ekosistem. Dalam konteks budidaya udang, penerapan metode hijau bertujuan meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan sambil menjaga produktivitas.
Bioflok
Bifolok adalah salah satu sistem budidaya yang masuk ke dalam kriteria green aquaculture. Sistem ini memanfaatkan mikroorganisme untuk mengolah limbah organik di kolam menjadi pakan tambahan bagi udang.
Sistem budidaya ini akan membuat limbah berkurang, sehingga memicu kualitas air tetap dalam keadaan stabil. Tidak hanya itu, ketergantungan pada pakan komersial juga menurun. Stabilitas kualitas air dan minimnya limbah yang dihasilkan dapat mengurangi risiko infeksi penyakit yang selama ini menjadi tantangan utama dalam budidaya intensif.
IMTA (Integrated Multi-Trophic Aquaculture)
Teknik lain yang mendukung prinsip green aquaculture adalah integrasi budidaya multi-trofik (IMTA). Dalam sistem ini, udang akan dibudidayakan bersama organisme lain seperti rumput laut atau kerang yang mampu menyerap sisa nutrisi dan memperbaiki kualitas air. Pendekatan ini tidak hanya mengurangi pencemaran tetapi juga menghasilkan produk tambahan yang juga bernilai ekonomi.
Rehabilitasi Hutan Mangrove
Selain teknologi, pengelolaan lahan juga harus diperhatikan. Banyak tambak udang dibangun dengan mengorbankan hutan mangrove yang vital sebagai pelindung pantai dan penyangga keanekaragaman hayati.
Green aquaculture mendorong rehabilitasi mangrove dan pembangunan tambak yang ramah lingkungan, misalnya dengan model tambak silvofishery yang menggabungkan budidaya dan pelestarian mangrove dalam satu kawasan.
Efisiensi Air dan Energi
Aspek keberlanjutan lainnya adalah efisiensi penggunaan air dan energi. Budidaya konvensional sering membuang air secara berlebihan yang memicu polusi di perairan sekitar.
Green aquaculture menerapkan sistem resirkulasi tertutup yang meminimalkan konsumsi air dan mencegah keluarnya limbah ke lingkungan. Panel surya dan sumber energi terbarukan juga mulai diintegrasikan untuk mengurangi jejak karbon budidaya.
Dampak Green Aquaculture
Konsep green aquaculture memang terlihat cukup menyulitkan, namun hasil yang didapatkan sangat sepadan. Tidak hanya lingkungan tambak yang lebih sehat, produk yang dihasilkan juga akan mendapatkan perhatian lebih di pasar internasional.
Pembudidaya yang mengadopsi prinsip green aquaculture berpotensi memperoleh sertifikasi eco-label seperti dari Aquaculture Stewardship Council (ASC). Produk udang yang dilabeli dengan sertifikat tersebut akan memiliki daya saing lebih tinggi di pasar global.
Namun, ada tantangan yang harus dilewati oleh petambak jika ingin menerapkan konsep ini. Tantangan paling umum ialah biaya investasi awal yang cukup besar, kurangnya sosialisasi, dan keterbatasan teknologi di beberapa daerah.
Para petambak tidak bisa berjalan sendiri, artinya dibutuhkan bantuan pemerintah untuk memberikan sosialisasi, pembiayaan serta teknologi yang mendukung green aquaculture.
Kesimpulan
Green aquaculture tidak hanya tren, tetapi kebutuhan untuk masa depan budidaya udang yang berkelanjutan. Dengan penerapan teknologi tepat guna, pengelolaan yang bijak, dan dukungan kebijakan yang kuat, industri udang dapat berkembang tanpa harus merusak lingkungan.
Baca Juga