Budidaya udang telah menjadi salah satu sektor perikanan yang paling menjanjikan secara ekonomi. Namun, risiko yang dihasilkan juga tidak main-main, yakni berupa produksi limbah organik yang berpotensi mencemari lingkungan sekitar.
Berangkat dari masalah tersebut, kini telah hadir salah satu inovasi ramah lingkungan yang dapat diterapkan dalam upaya meminimalisir produksi limbah pada usaha budidaya udang. Inovasi yang dimaksud ialah Integrated Multi-Trophic Aquaculture (IMTA).

Integrated Multi-Trophic Aquaculture (IMTA) adalah sistem budidaya yang mengintegrasikan berbagai organisme akuatik dari tingkat trofik yang berbeda dalam satu ekosistem. Dalam sistem ini, limbah dari satu organisme akan digunakan sebagai sumber nutrisi bagi organisme lainnya.
Misalnya, limbah organik dari budidaya udang dapat dimanfaatkan oleh tanaman air atau moluska untuk pertumbuhan mereka. Konsep ini tidak hanya meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya tetapi juga mengurangi pencemaran lingkungan.
Langkah-Langkah Penerapan IMTA pada Budidaya Udang
1. Pemilihan Lokasi
Pemilihan lokasi merupakan faktor utama yang harus diperhatikan agar IMTA dapat berjalan dengan efisien. Lokasi budidaya wajib memiliki sumber air dengan kualitas yang baik dan memungkinkan pengelolaan sistem secara efisien.
2. Pemilihan Organisme
Pemilihan organisme yang akan digabungkan pada sistem IMTA harus dilakukan dengan bijak. Pastikan bahwa organisme yang dipilih memiliki hubungan saling menguntungkan serta dapat hidup dalam satu ekosistem. Tiga contoh organisme yang cocok dibudidayakan dengan sistem IMTA adalah:
Udang (Litopenaeus vannamei atau Penaeus monodon) sebagai komoditas budidaya utama.
Rumput laut (Gracilaria sp.), sebagai komoditas kedua yang berperan dalam menyerap nutrien seperti nitrogen dan fosfor dari limbah udang.
Moluska (kerang atau tiram), sebagai komoditas ketiga yang memiliki peran dalam menyaring partikel organik yang ada pada air.
3. Desain Sistem
Sistem IMTA dapat dirancang dalam bentuk kolam terintegrasi atau menggunakan pendekatan tambak dengan pembagian area berdasarkan fungsi. Misalnya, kolam utama untuk udang dihubungkan dengan kolam sekunder yang berisi rumput laut dan moluska.
4. Manajemen Nutrisi dan Limbah
Monitoring kadar nutrien seperti nitrogen, fosfor, dan karbon organik sangat penting untuk memastikan keseimbangan ekosistem. Tanaman air dan moluska perlu dipanen secara berkala untuk menghindari akumulasi limbah yang berlebihan.
5. Pemantauan Kualitas Air
Kualitas air harus dipantau secara rutin untuk menjaga kondisi lingkungan yang optimal bagi semua organisme. Parameter yang perlu diperhatikan meliputi pH, suhu, salinitas, oksigen terlarut, dan kandungan amonia.
6. Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia
Pelatihan bagi petambak mengenai teknik IMTA sangat penting agar sistem dapat berjalan dengan baik. Pemahaman tentang interaksi antarorganisme dan manajemen ekosistem menjadi kunci keberhasilan budidaya dengan sistem ini.
Manfaat Penerapan IMTA
Pengurangan Dampak Lingkungan: Sistem ini mampu mengurangi limbah organik dan menjaga keseimbangan ekosistem perairan.
Efisiensi Sumber Daya: Limbah dari budidaya udang digunakan kembali, mengurangi kebutuhan akan input eksternal.
Diversifikasi Produk: Selain udang, sistem IMTA menghasilkan komoditas tambahan seperti rumput laut dan moluska, yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
Peningkatan Keberlanjutan: Dengan memadukan berbagai organisme, sistem ini mendukung praktik akuakultur yang lebih berkelanjutan.
Kesimpulan
Penerapan IMTA pada budidaya udang merupakan solusi inovatif untuk meningkatkan efisiensi produksi sekaligus mengurangi dampak lingkungan. Dengan pendekatan ini, petambak dapat menghasilkan produk yang lebih beragam dan ramah lingkungan.
Meskipun terdapat tantangan dalam penerapan, manfaat jangka panjang dari sistem ini membuatnya layak untuk diadopsi secara luas. Pelatihan dan dukungan dari pemerintah serta lembaga terkait sangat penting untuk mendorong pengembangan IMTA di Indonesia.
Baca Juga
Commentaires