top of page

Tarif Resiprokal Trump, Ancaman bagi Ekspor Udang Indonesia

  • Redaktur: Audri Rianto
  • 12 Apr
  • 2 menit membaca

Diperbarui: 14 Apr

Industri perikanan Indonesia, terutama dalam hal ekspor udang, saat ini tengah menghadapi tantangan yang signifikan. Hal ini didasari oleh rencana diberlakukannya tarif resiprokal oleh presiden Amerika Serikat, Donald Trump beberapa waktu silam. Indonesia sendiri mendapatkan tarif yang cukup besar, yakni 32% yang mana hal ini akan mempengaruhi kinerja ekspor udang Indonesia ke AS.


Sumber: rri.co.id

 

Amerika Serikat sendiri dikenal sebagai pasar yang besar bagi ekspor udang Indonesia. Lebih dari 70% udang yang dihasilkan Indonesia diekspor ke sana, dengan kata lain AS merupakan pilar utama pendapatan para petambak di Indonesia.

 

Tarif resiprokal ini rencananya akan diterapkan pada tanggal 09 April 2025, namun pihak AS kembali menangguhkannya hingga 90 hari ke depan. Apabila 90 hari ke depan tarif tersebut benar diterapkan, maka ada dua kemungkinan yang akan terjadi terhadap industri ekspor udang Indonesia, di antaranya adalah:

 

Beban Bertambah

Sebelum berlakunya tarif Trump ini, ekspor udang Indonesia sudah mengemban beban yang cukup berat, yaitu tuduhan dumping dan pemberlakuan tarif anti-dumping dari AS. Walaupun tarif anti-dumping yang berlaku sudah diturunkan dari 6,3% menjadi 3,9%, tetap saja hal tersebut berpotensi membuat produk udang Indonesia tidak dapat bersaing di pasar AS.

 

Dengan adanya tarif Trump sebesar 32%, tentu beban yang akan ditanggung oleh eksportir udang Indonesia menjadi bertambah. Jika dihitung, tarif impor yang akan berlaku bagi produk udang Indonesia ialah 35,90% yang terdiri dari tarif anti-dumping 3,9% ditambah tarif resiprokal 32%.

 

Dengan besarnya tarif impor tersebut, harga udang dari Indonesia di pasar Amerika Serikat tentu akan meningkat secara signifikan. Persaingan harga menjadi tidak sehat yang berujung pada menurunnya minat pasar terhadap produk udang Indonesia.

 

Pupusnya Cita-cita Menjadi Raja Udang Dunia

Beberapa waktu lalu, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan ambisinya untuk menjadikan Indonesia sebagai raja udang dunia. Hal ini didasari oleh meningkatnya ekspor udang Indonesia di pasar AS mencapai 24% atau sekitar 11,1 ribu ton pada awal 2025.

 

KKP merasa optimis Indonesia bisa merajai pasar internasional dalam industri ekspor udang, sebab tarif anti-dumping yang selama ini berlaku tidak membuat tren udang Indonesia di pasar AS menurun. Namun, ketika Presiden AS, Donald Trump mengumumkan akan menerapkan tarif resiprokal untuk sejumlah negara, termasuk Indonesia, harapan itu seolah pupus.


Walaupun saat ini pihak AS masih membuka jalan untuk negosiasi dengan menunda pengesahan tarif tersebut selama 90 hari, namun bukan tidak mungkin jika tarif tersebut akan tetap diberlakukan. Jika tarif resiprokal ini benar diterapkan, maka ekspor udang Indonesia seolah terjegal dengan tarif impor yang semakin tinggi, bisa mencapai 35,90%.

 

Meskipun dihantui oleh tarif impor yang tinggi, Indonesia masih menduduki peringkat keempat sebagai produsen terbesar udang dunia, di bawah Vietnam, India dan Ekuador di puncak.


Waktu 90 hari yang diberikan AS harus dimanfaatkan dengan baik untuk mendapatkan pasar yang lebih besar, karena Indonesia tidak bisa hanya mengandalkan pasar AS. Perlunya dilakukan diversifikasi pasar demi menutupi potensi penurunan ekspor udang ke AS.

 

Langkah mitigasi lainnya juga harus disiapkan demi menjaga hilirisasi produk perikanan, seperti memperluas pasar ekspor non-tradisional, dan meningkatkan konsumsi domestik melalui makan bergizi gratis.



Baca Juga

Comments


bottom of page